Perbedaan Mendasar ASEAN dengan Uni Eropa

29 01 2010

Semenjak dibentuknya cikal bakal Uni Eropa  ditahun 1973 lewat pembentukan ECSC (European Coal-Steel Community) dengan sampai saat ini, sangat terlihat jelas bagaimana keutuhan integrasi negara-negara eropa ini membentuk suatu entitas tunggal dan bersedia untuk melepaskan kedaulatan nasional negara masing-masing demi mencapai terbentuknya suatu kawasan tanpa batas-batas negara dan birokrasi tunggal melalui organisasi supranasional ini.

Uni Eropa telah membuktikan kepada dunia internasional sebagai wadah politik internasional bahwa regionalism utuh dapat tercapai layaknya proses konfederasi-federalisme di Amerika Serikat yang memakan waktu lebih dari 100 tahun, namun Uni Eropa hanya membutuhkan waktu kurang dari 50 tahun. Apabila kita bandingkan dengan kasus penyatuan Amerika Serikat yang notabene bukan merupakan negara-negara berdaulat baik secara de facto dan de jure, namun hanya terdiri dari negara-negara bagian tunggal yang bersatu menjadi suatu negara berdaulat (Amerika Serikat pada saat ini). Kasus penyatuan Uni Eropa jelas lebih rumit karena terdiri dari beberapa negara berdaulat yang memiliki kualitas sejarah yang tinggi dimasa lalunya, mungkin terkesan sangat merendahkan diri apabila negara-negara tersebut bersatu, seperti masa lalu Jerman dengan Kekaisaran Jerman dan Prussia-nya, Austria dengan Kekaisarannya, dan Kerajaan Inggris dengan kemahsyuran hegemoninya. Namun disini terlihat bagaimana faktor masa lalu bisa dikesampingkan dan ditransformasikan menjadi suatu fondasi pemikiran yang sama yaitu “kemakmuran”.

Fakta berbicara bahwa melalui penggunaan mata uang Euro semenjak 1999, moneter dan finansial Uni Eropa berubah drastic menjadi kekuatan ekonomi dan politik dunia, serta neraca perdagangan yang selalu bersebrangan sebagai surplus dengan Amerika Serikat, akibat dari semakin dilibasnya komoditi ekspor dan rontoknya bursa saham Wall Street akibat dari krisis global.

Melalui penjabarna diatas, munculah beberapa organisasi regional yang pada awal pembentukannya kehilangan arah dan hanya sebagai wadah untuk saling ber-silaturahmi-nya para pemimpin negara dan sebagai panggung untuk menyaksikan tari-tarian antar negara yang kerap kali dilakukan walaupun masih banyak isu-isu krusial yang kerap menghapiri. ASEAN.

ASEAN, semenjakmelihat kematangan Uni Eropa terkesan sangat iri dan ingin untuk mencoba model integrasi regional ala barat ini. Dengan adanya agenda penyatuan mata uang dan pasar modal tunggal, penegakan ham, dan yang paling menariknya adalah pembentukan keamanan bersama. Ironisnya justru agenda-agenda tersebut malah memunculkan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan kehilangan arah dan jati diri ASEAN itu sendiri, hal ini terlihat dengan banyaknya bentrokan antar negara; Indonesia-Malaysia, Malaysia-Singapura, Thailand-Kamboja, Thailand-Myanmar, serta konflik internal di masing-masing negara; Thailand Selatan, Filipina Selatan, isu rasial di Malaysia, pelanggaran HAM di Myanmar.

Dengan banyaknya bentrokan antar negara, konflik internal, dan kurang sejahteranya kondisi rakyat ASEAN semakin menjauhkan ASEAN dari agenda-agenda yang akan dicapai tersebut. Memang dalam Uni Eropa pun banyak bentrokan antar negara; Jerman-Polandia, Inggris-Uni Eropa, Inggris-Skotlandia, namun negara-negara Uni Eropa ini selalu mencapai kesepakatan bersama dalam hal memajukan apa yang mereka percayai hingga terbentuknya Uni Eropa yang sekarang ini. Berbeda dengan ASEAN yang selalu bertabrakan kepentingan nasionalnya antar negara walaupun mereka tahu bahwa dalam kelompok negara bangsa harus mengedepankan kepentingan regional atas kepentingan nasional.

ASEAN dalam hal ini ingin meniru Uni Eropa terkesan mengabaikan beberapa faktor fundamental yang sangat penting walaupun hanya sekedar filosofi semata. Mengabaikan hal-hal fundamental sangat fatal dalam membangun suatu organisasi besar karena hanya berkiblat pada satu pandangan saja (Uni Eropa), yang dimana pengabaikan hal-hal tersebut dilegalisasi oleh pemimpin negara masing-masing dan keinginan rakyatnya sendiri karena kurangnya sosialisasi politik terhadap rakyat oleh otoritas negara masing-masing.

Hemat saya faktor-faktor yang diabaikan tersebut adalah :

  1. Landasan pembentukan yang berbeda. Uni Eropa walaupun dibentuk atas upaya Amerika Serikat melalui Containment Policy untuk menghalau laju komunisme Uni Soviet ke negara-negara Eropa Barat pasca Perang Dunia II, namun Uni Eropa didalam perkumpulan negara-negaranya memiliki landasan atas “kemakmuran”, yaitu untuk memakmurkan kesejahteraan rakyatnya sebagai akibat dari kemiskinan dan keterpurukan Perang Dunia II. Melalui pemahaman tersebut dicita-citakan agar Uni Eropa dapat menjadi kawasan yang maju di berbagai bidang dan hal ini pun terbukti dimasa sekarang. Berbeda dengan ASEAN, dimana ASEAN dibentuk atas dasar sama-sama pernah dijajah (kecuali Thailand) dan ingin segera memajukan kawasan Asia Tenggara dari sejarah kolonialisme yang panjang, namun hal ini terkesan klise karena tak ada agenda-agenda yang jelas sejak dari awal pembentukan hingga pada saat ini.
  2. Perbedaan nilai-nilai. Akibat dari proses sejarah yang panjang dan pengaruh beberapa kebudayaan besar, Uni Eropa terbentuk oleh suatu nilai-nilai Barat dan suatu pendekatan hegemoni yang dibawa oleh Amerika Serikat ketika berakhirnya Perang Dunia II, sehingga menciptakan suatu suasana kehidupan politik regional yang sepenuhnya berakar pada tradisi Barat yang dimana sangat jauh berbeda dengan ASEAN yang “menjunjung tinggi” nilai-nilai dan tradisi Timur yang sangat berseberangan. Hal inilah kemudian yang menciptakan beberapa sub-faktor sistemik yang tidak bisa menjadikan ASEAN layaknya seperti Uni Eropa.
  3. Perbedaan perilaku beragama. Apabila Uni Eropa hanya dipengaruhi oleh suatu kebudayaan kristiani saja yang dimana merupakan mayoritas penduduknya disana, berbeda layaknya dengan ASEAN yang lebih heterogen dimana terdapat beberapa pengaruh agama di dalam kehidupan berpolitiknya seperti pengaruh Islam, Buddha, dan Konfusianisme. Sehingga hal ini menjadikan iklan politik regional yang lebih kompleks dibanding dengan yang ada di Uni Eropa.

Secara kesimpulan dapat ditarik bahwa ASEAN tidak dapat menjadi suatu organisasi yang dapat menopang semua anggotanya dan beranjak dari posisi seperti sekarang yang akan ditransformasikannya ke bentuk supranasional layaknya seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa. Banyak yang harus dilakukan oleh ASEAN jika ingin mentransformasikan menjadi suatu model yang inginkan tersebut, perubahan tersebut harus rombak dari dalam organisasi itu sendiri dan lanjut ke hierarki kekuasaan yang lebih besar. Tidak perlu dilakukan perombakan dimasing-masing negara yang justru akan menciptakan konflik yang lebih luas karena masyarakat Asia Tenggara berbeda dari segala macam aspek dengan yang masyarakat di Uni Eropa.


Aksi

Information

3 responses

12 01 2011
yoga

mna sumbernya atau daftar pustakanya
nggk jelas tulisan anda berdasarkan panduan dari mana

2 03 2011
Felix Sharieff

ini tulisan murni essay opini

17 03 2012
Auliia Akmaliina

interesting 😀 saya adaptasi pemikirannya ya 🙂 topik ini menarik sekali untuk dibahas. 🙂 terimakasih 🙂

Tinggalkan Balasan ke yoga Batalkan balasan